Aku kadang-kadang tidak mengerti sedang dibawa hidup ke mana. Diksi-diksi lenyap. Kata-kata kehilangan rupa. Sastra kadang-kadang menjenuhkan untuk dipelihara sampai tua hari dan usia.Lembaran buku seperti puisi yang cantiknya hanya sekejap. Beberapa lembar terasa seperti petikan novel yang lengkap tapi hiperbola.Aku kehilangan makna bahwa tulisan adalah anak bayi yang butuh diajari pertama kali....
Belakangan Ini Kita Jadi Banyak Membaca
by
Iqlima Hawa
- February 11, 2022
Hari-hari ini, kegemaran kita barangkali adalah membaca: bagaimana kita tumbuh, bagaimana hujan jatuh --dan kita jadi tenang-- bagaimana daun gugur, kita ikut gugur, bagaimana musim semi juga turut memekarkan bunga-bunga dalam jiwa kita.Musim, cuaca, pergantian siang dan malam, yang mendukung kita hidup sebagai manusia. Tidak tetap, berganti, dan kita pun bergerak. Dan kita...
"Eh, Masa Kamu Gini Aja Ngga Bisa?"
by
Iqlima Hawa
- January 19, 2022
Malam ini saya tengah menyelesaikan membaca buku Rahasia agar Tak Mudah Dilupakan, karya Kak Kartini F. Astuti. Sudah saya baca sejak lama, tapi karena hobi saya membaca banyak sekali buku dan berganti-ganti terus dalam satu waktu, buku itu saya biarkan lama ngga disentuh. Tapi, malam ini saya tiba-tiba ingin membacanya lagi, dan ada satu bab yang buat saya menangis. Benar-benar menangis dan terharu, dan, ah, apa ya, pasti kamu pernah kan, baca buku, atau dengar lagu, nonton video, dan ada satu hal dari mereka yang benar-benar masuk dan menyentuh hati kamu.
Judul babnya "Segera Pura-Pura Bodoh Saat Orang Lain Merasa Bodoh". Saya mau spill dikit deh inti ceritanya, pakai bahasa dan cara penyampaian saya sendiri. Menurut saya, makna bab ini harus diketahui lebih banyak orang lagi. Makna yang sering dilupakan, apalagi oleh kita yang 'pintar dan cemerlang'.
Kamu pernah ngga, posisinya di sini kamu murid yang pinter, nih; nilai kamu selalu bagus. Matematika, fisika, yang teman-teman kamu semuanya takut, tapi kamu justru tertantang, dan nganggep itu semua lebih ke latihan yang akan buat kamu makin berkembang, alih-alih mata pelajaran yang ditakuti dan bikin deg-degan pas ujian. Di kasus ini, kamu kan 'lebih' ya, dari teman-teman lain di kelas. Kalau pas nilai ujian dibagi, kamu ngga pernah cemas dan takut, ngga seperti teman-teman kamu.
Nah, ada nih, satu, teman kamu, orangnya baik banget. Kamu dan dia berteman baik. Tapi dia, ngga punya 'kelebihan' seperti kamu. Dia sulit buat ngerti dan paham pelajaran, seperti kamu ngerti semuanya. Ketika kamu udah belajar limit trigonometri nih misalnya, dia justru konsep sin, cos, tan, aja masih kebalik-balik. Tapi dia baik, kamu suka temenan sama dia, dia sering berbagi banyak yang dia punya ke kamu. Dan kamu juga ngga segan berbagi yang kamu tau ke dia.
Nah, di hari pembagian hasil ujian matematika, seisi kelas tegang. Kamu ya, tetap ada rasa tegang sih, tapi ngga besar. Kertas ujian dibagi oleh ketua kelas kamu. Ada berbagai macam ekspresi saat nilai di kertas ujian dilihat. Bersyukur, lega, sampai yang marah, nangis, kecewa, dan ujung-ujungnya ngebuang kertas itu ke laci meja. Kamu bersyukur karena nilai kamu 87, bagus lah, lumayan. Teman-teman kamu, yang kaum anak 'pinter', tapi ya 'belagak' juga sih, saling tanya-tanya, "Eh kamu dapet berapa, eh si dia sama si itu besaran siapa, liat dong liat!"
Tiba saatnya, pertanyaan itu sampai, ke teman kamu. Teman kamu yang baik banget tadi. Dia malu, dia mau bilang tapi malu. Teman-teman kamu, yang kaum 'pinter tapi belagak itu', langsung nyahut, "Ya ampun, dia anak kepala sekolah tapi kok nilainya jelek terus, sih, apa ngga diajarin ngitung sama orang tuanya, apa ngga dilesin, ya masa bapaknya kepala sekolah anaknya remed terus." Nyinyiran yang ngga berhenti, sahut-menyahut dari anak satu ke yang lainnya.
Kamu melihat dia dari jauh, dari tempat duduk kamu. Dia cuma menunduk, mungkin mau nangis, tapi sebisa mungkin ditahan. Kamu jadi ikut sedih, bagaimana pun, dia juga pernah dan selalu baik ke kamu. Kamu ngga tau rasanya, karena kamu murid pintar. Tapi kamu tau rasanya, ketika kamu ngga bisa sesuatu, dan kamu dihina sama orang lain. Karena kamu kan juga sadar, kamu sangat buruk saat disuruh memasak.
Tiba-tiba, entah ada kekuatan dan keberanian apa dari dalam diri kamu, kamu ikutan nyahut, kamu bilang, "Eh, tapi dia masih mending, loh, daripada aku!"
Seisi kelas menoleh ke arahmu, "Hah, serius? Masa nilai kamu lebih jelek dari dia, bukannya selama ini kamu bagus terus, ya?"
Kamu tersenyum, ini bagian dari rencanamu. Jawaban yang memang sengaja kamu pancing dari awal tadi. Lantas, kamu dengan lantang bersuara, "Iya, bukan soal nilai, sih. Karena kita, kan beda-beda. Nilai dia di matematika mungkin ngga besar, tapi coba liat deh, wah, nulis dia keren banget. Blognya udah dapet 10 ribu kunjungan lebih. Tulisannya mengalir, cara dia bercerita mengagumkan banget. Aku sih mana bisa gitu, bikin cerpen aja berantakan,"
Temanmu, yang dihina seisi kelas tadi, menatap ngga henti-henti ke kamu. Dia menangis, dia ngga nyangka kamu bilang itu semua.
Kamu lanjut mendekat ke tempat duduknya, di paling ujung sana, kamu bilang, dengan suara sedikit lebih pelan dari yang tadi, tapi sebisa mungkin kamu buat agar tetap terdengar yang lain, "Mama kamu penulis kan, ya? Makanya kamu nulisnya keren banget gitu. Mama aku jago masak, tapi sampe sekarang aku ngga bisa tuh masak, bisanya makan aja."
Kamu lantas memeluknya. Teman-teman kamu semuanya terdiam. Teman kamu yang dihina tadi mengucap terima kasih dari tatapan matanya. Dia ngga menyangka, kamu menolongnya. Kamu menolongnya bahkan dengan cara yang manis sekali.
Nah, the end. Cerita di bab ini tamat. Kurang lebih begitu. Ngga saya lebihin karena ngga mungkin juga saya spoiler karya orang yang udah ditulis susah payah. Yang saya ingin bagi, adalah nilai; nilai baik di cerita ini. Mungkin dari kita ada yang relate, entah jadi tokoh 'kamu', entah jadi sosok si teman yang dihina, atau bahkan kita bagian dari anak-anak yang 'pinter tapi belagak'. Saya mau bilang, mungkin kita merasa kelebihan kita atas sesuatu bikin kita punya dan ngerasain kepuasan lebih banyak dari orang lain. Mungkin kita ngerasa semua ilmu yang kita dapat itu karena usaha kita belajar mati-matian sendiri. Padahal, kalau kita mau sadar, bahwa semua ilmu datangnya dari Allah, dan bisa diambil kapan aja Allah mau, kita ngga bakal ngerasa lebih dari siapa pun lagi.
Mungkin, ilmu kita, kita pikir di sisi lain juga belum seberapa. Tapi, coba, deh, yang 'belum seberapa bagi kita' itu, ditransfer 'satu per satu' ke teman-teman lain yang belum paham. Pasti mereka ngerasa yang kita ajarin itu adalah kebaikan yang nilainya lebih dari apa pun. Kebaikan yang menurut mereka sangat besar, dan jauh lebih besar daripada kita traktir mereka makan enak setiap hari.
Kebaikan yang mungkin bagi kita kecil banget, kita ngga perlu ngeluarin tenaga buat itu, tapi terkenang selamanya; terkenang dan jadi doa-doa yang tanpa sadar abadi, dan menolong kita setiap hari.
Kata-Kata Menjelma Ribuan Kereta, Pesawat, dan Kapal
by
Iqlima Hawa
- January 17, 2022
Selalu tidak bisa tidur malam adalah musibah yang menyenangkan. Hal-hal dalam kepalaku menjelma ribuan kereta, pesawat, kapal; berjalan sama-sama dan berdekatan. Aku tidak pernah mengutuk diriku mengapa menjadi pemalas dan suka begadang. Aku justru jatuh cinta pada kenyataan bahwa begadang ternyata memberiku perasaan-perasaan keren yang banyak sekali.Seseorang, seseorang, dan seseorang yang jika terus...
Alasan Mengapa Saya Begitu Mencintai Orang yang Menulis
by
Iqlima Hawa
- January 13, 2022
Sebelum saya banyak menulis seperti sekarang, saya lebih dulu mencintai orang-orang yang menulis. Rasa cinta yang besar, sampai-sampai saya ingin sekali suatu hari berkesempatan bertemu dengan mereka. Tadi, dan belakangan ini, saya sedang suka membaca dan merenungi caption seseorang di Instagram, Kak Fauzan Al-Rasyid. Saya pikir hampir semua orang, khususnya mahasiswa, mengetahui beliau....
sedang hancur dan berantakan.
by
Iqlima Hawa
- January 09, 2022
Kepala saya hari ini rasanya ingin pecah. Merasa tidak cukup, belakangan ini saya marah sekali pada diri sendiri. Saya tidak mampu tersenyum dengan tulus seperti biasanya. Bermain keyboard, menulis, membaca buku tidak menyembuhkan apa pun. Saya sedih ternyata mood saya belum sepenuhnya stabil. Ada masa rasanya saya sangat ingin teriak, ingin selesai, ingin...
Perasaan-Perasaan yang Mencengangkan
by
Iqlima Hawa
- January 05, 2022
Belakangan ini aku merasa aku sedang mabuk buku dan mereka semua tampak seperti anggur yang sama-sama menggiurkan. Minuman yang walau aku tak tahu bagaimana cara mereka bekerja dalam tubuh, dan tentu saja aku tak akan pernah coba sampai kapanpun, tapi selalu terdengar begitu mewah saat diceritakan dalam novel-novel. Buku-buku dan aku seperti teman-teman...
Channel YouTube Satu Persen dan Teman-Teman Baik: Hadiah Paling Spesial dari Tuhan Sepanjang Perjalanan Hidupku dengan Gangguan Bipolar (Satu Persen Blog Competition)
by
Iqlima Hawa
- December 25, 2021
Aku gak pernah nyangka, dari seluruh garis kehidupanku, Tuhan kasih di salah satu fragmennya, hadiah yang istimewa. Bukan harta, bukan prestasi menang olimpiade biologi atau apa pun itu, tapi ... diagnosis gangguan bipolar. Dulu rasa-rasanya, hidupku baik-baik aja, aku tumbuh jadi gadis yang cemerlang dan berkecukupan, hingga aku sadar, kalau hidup itu indah...
Allah :'
by
Iqlima Hawa
- December 24, 2021
Kita beruntung sekali, karena hidup, meski seberat apa pun, masih mengizinkan kita dicintai dengan sebegitu tulusnya oleh sebagian orang. Orang-orang yang mungkin jauh, bukan saudara, tidak pernah bertemu sebelumnya. Tapi perasaannya seluruhnya ada untuk kita. Tidak dibuat-buat, selalu hadir tanpa syarat. Betapa ternyata Allah baik sekali, kita tidak pernah dibiarkan menghadapi semua sendirian. Walau...
Shalatlah, Shalat yang Baik
by
Iqlima Hawa
- November 25, 2021
Akhirnya datang satu hari, kamu sadar kamu makin jauh dari doa-doa. Kamu lama tak bangun malam, menangis, lalu sujud dalam-dalam. Kamu telah jauh selama ini. Tidak ada lagi hati yang tenang, saat ruku, saat sujud, saat kamu mengangkat takbir pertama. Air mata yang rasanya ingin tumpah, sedetik selepas salam kedua, sebab ternyata kamu...
Memilih
by
Iqlima Hawa
- November 16, 2021
Akhir-akhir ini saya merasa punya kesukaan yang dari dulu ngga pernah saya pikir saya bakal menyukainya. Saya tertarik belajar programming, data science, digital marketing, content creating, yup seputar begitu-begitu. Saya ngga nyangka, sebab dari dulu saya justru suka banget sama biologi dan psikologi. Yang sekarang rasa sukanya malah jauh memudar. Saya jadi belajar...