Kamu Ngga Bakat!
Ngga bakat. Kalimat yang ya, entah kenapa walau ngga sepenuhnya benar, terus saja saya yakini. Saya pikir, saya cuma bisa bagus kalau disuruh menulis. Di luar itu tidak. Dan mungkin, orang yang tak berbakat menulis tak bisa menulis semudah dan sebagus saya. Dan saya ngga bakat buat desain, menyanyi, memasak, sederet keahlian yang bagi saya cuma bikin pusing kepala. Orang-orang yang punya bakat di sana, pasti bisa buat yang lebih bagus dibanding saya yang ngga tau apa-apa. Ngga ada basic, dan ya, ngga tertarik.
Sayangnya, saya dihadapkan pada banyak hal yang tidak bisa saya pilih. Saya harus bikin konten dan desain buat project komunitas. Awalnya saya pikir mudah saja, mengingat selama ini saya selalu bisa mempelajari banyak hal dengan mudah. Sombong dikit deh, saya lagi kesel. Satu jam bikin desain ngga tuntas. Berakhir saya tutup aplikasi desainnya, ngelupain semua. Padahal harusnya malam ini saya bisa menyelesaikan naskah yang tiga hari lagi jatuh deadline. Mengerjakan pekerjaan yang 'bakat' saya. Yang mungkin kalau tadi saya memilih menulis, saya bisa lebih puas, ngga kesal, ya ngga badmood deh.
Tapi ya, kalau bakat dijadikan tolok ukur, seseorang mampu ini, seseorang bisa berhasil di sana, kapan bisa bertumbuh lebih tinggi dan jauh lagi? Kalau hanya orang yang berbakat menulis yang menulis, bagaimana orang yang begitu ingin menulis tapi tak punya bakat, menghibur hatinya? Menenangkan semua kerendahdirian, "Aku ngga akan bisa nulis." Dan kalau saya merasa ngga punya bakat desain, menyanyi, memasak, apakah saya ngga akan pernah mencobanya, karena tahu di percobaan pertama sampai tiga puluh pasti saya gagal?
Tapi bagaimana, jika Tuhan mau saya berhasil di kesempatan ke tiga puluh satu? Di anak tangga yang mungkin tadinya tidak mau saya pijak? Bagaimana jika ternyata Tuhan jadikan saya ahlinya setelah percobaan ke tujuh puluh? Bahwa ternyata saya cuma harus mencoba lebih banyak dari mereka yang berbakat. Bahwa ya pada akhirnya saya juga bisa sampai.
Baik, saya mau coba lagi. Kamu juga. Percaya deh, saya juga tadinya ngga bisa nulis. Sangat ngga bisa. Tapi saya mau. Dan saya tau saya bakal bisa. Dan sekarang Tuhan izinkan saya bisa. Dan buat yang lain, Tuhan pasti beri kemudahan yang sama, kalau saya mau usaha. Kalau saya ngga nyerah, kalau saya ngga mengotak-otakkan orang cuma karena bakatnya. Ngga adil juga, kan, sebab bakat adalah innate, bawaan lahir, yang ketika dua orang berbeda melatihnya, hasilnya ngga akan sama.
Saya mau lebih bijak lagi lihat kehidupan. Saya mau yang saya lihat adalah hal-hal yang baik, ngga merasa tinggi, juga ngga terlampau merasa rendah. Seimbang. Seimbang, yang akan memudahkan semua.