Tenang yang Teduh
Kita mendambakan tenang yang sederhana. Tenang yang teduh. Tenang yang meluruhkan semua rapuh. Kita menyiapkan sarapan, menata cantik roti di atas piring bersih, seoles selai cokelat. Memotret dengan kamera terbaik. Memakannya lahap. Karena yakin itu nikmat yang hebat. Yang tak semua merasakan. Pagi-pagi buta, perut sudah kenyang, hati sudah segar, kita sudah senang.
Berkah dan Rahmat, dua kata yang membuat hari-hari teduh. Hari jadi indah buat dialami. Taman depan rumah, bunga-bunganya mekar dan tersenyum. Sama-sama merasa teduh. Seisi alam raya patuh, untuk menyapa satu sama lain. Mengucap salam-salam pagi, selamat pagi, Bapak, selamat pagi, Ibu, semoga hari berjalan menyenangkan.
Anak-anak burung, mencicit di dahan-dahan yang kuat. Sang induk pergi sekejap, terbang sebentar mencari makan. Untuk senja nanti, dinikmati bersama. Sembari matahari pulang, sembari perut mereka kenyang. Lalu mereka, sambil menunggu induk pulang, menyanyi merdu. Lagu-lagu yang terlampau indah buat dilewatkan. Mungkin jika kau sedang tak punya musik di daftar putar ponsel, bisalah mendengarkan senandung kecil mereka.
Tetangga-tetangga menyiram bunga. Basa-basi yang jadi budaya. Semoga saja tak perlu ada banyak, kapan begini, kapan begitu, yang mungkin berat diterima untuk sebagian, orang-orang yang sedang tak tahu arah hidupnya.
Pagi dengan remaja-remaja yang bersepeda. Bercanda dengan udara selayaknya dengan teman sebaya. Menghargai jalan yang selalu siap menampung mereka, walau tahu setelah pulang, masuk kamar, beban tetap terasa sama saja.
Semoga, selalu saja ada syukur, yang tak terukur, untuk pagi yang bisa jadi tak ada lagi nanti-nanti. Pemandangan yang indahnya bisa melahirkan puisi dan prosa, di tangan-tangan penulis yang mahir, yang mungkin kesepian, yang mungkin sendirian, tapi dengan keadaan, mereka tak menyesal.
0 comments