Tentang Menangis
by
Iqlima Hawa
- September 08, 2019
Ketika suatu hari, sebuah tanggal menyimpan luka. Detik-detik kebahagiaan serupa memori yang ditinggalkan. Apakah yang bersabar, akan meledakkan tangisan, atau justru lupa cara bersedih?
Mungkin kita sama, bahwa aku, kamu, dia, mereka pernah berada di fase patah. Patah hati, patah rasa, patah kata-kata, dan patah-patah yang pangkatnya tidak terhingga. Ada masa dimana kondisi sebegitu sulit, apakah akan bertahan? Apakah cara terbaik adalah melepaskan, atau menyusun rencana-rencana baru.
Bagi kita, yang setia dengan perkataan,"Menangislah, jika setelahnya kamu menjadi semakin kuat." Bersyukurlah, bahwa mata kita masih mampu mengenali bahagia dengan cara lain. Merasa beruntunglah, bahwa kita masih berada di deretan orang-orang yang kelak hebat dengan lekat-rekat tangisan.
Lalu, apakah luka yang menyerupai belukar, mampu mereboisasi hati dengan caranya sendiri? Tentu bisa. Selama berusaha, selama yakin, jika Tuhan Maha Menyayangi.
Keep on believing, yakinlah jika suatu saat nanti, orang-orang akan kagum dengan air matamu. Bahkan pada masa yang akan diaminkan semesta itulah, mereka justru menjadi penitik air mata-air mata selanjutnya. Maka kita keren, jika kelenjar lakrimalis ini masih berfungsi secara cantik dan elegan.
Jangan dahulu menyerah. Jangan dahulu merasa bahwa kita adalah manusia terpayah. Manusia punya titik jenuhnya masing-masing. Seumpama awan, tetes-tetes air akan berkumpul menjadi gumpalan yang indah setelah proses-proses panjang. Tetes-tetes air itu harus terkena panas, kemudian bergesekan dengan udara dan beragam partikulat yang terkandung di dalamnya. Harus melawan gravitasi untuk bisa sampai di langit paling biru. Dan menunggu waktu agar kelas dipersatukan dengan tetes-tetes air hebat lainnya.
Kemudian, langitkan harapan. Ambil secangkir kopi atau apapun hal yang membuat kita bahagia, lantas make a wish, "Tuhan, aku ingin bahagia dengan cara-Mu."
Bagi kita, yang setia dengan perkataan,"Menangislah, jika setelahnya kamu menjadi semakin kuat." Bersyukurlah, bahwa mata kita masih mampu mengenali bahagia dengan cara lain. Merasa beruntunglah, bahwa kita masih berada di deretan orang-orang yang kelak hebat dengan lekat-rekat tangisan.
Lalu, apakah luka yang menyerupai belukar, mampu mereboisasi hati dengan caranya sendiri? Tentu bisa. Selama berusaha, selama yakin, jika Tuhan Maha Menyayangi.
Keep on believing, yakinlah jika suatu saat nanti, orang-orang akan kagum dengan air matamu. Bahkan pada masa yang akan diaminkan semesta itulah, mereka justru menjadi penitik air mata-air mata selanjutnya. Maka kita keren, jika kelenjar lakrimalis ini masih berfungsi secara cantik dan elegan.
Jangan dahulu menyerah. Jangan dahulu merasa bahwa kita adalah manusia terpayah. Manusia punya titik jenuhnya masing-masing. Seumpama awan, tetes-tetes air akan berkumpul menjadi gumpalan yang indah setelah proses-proses panjang. Tetes-tetes air itu harus terkena panas, kemudian bergesekan dengan udara dan beragam partikulat yang terkandung di dalamnya. Harus melawan gravitasi untuk bisa sampai di langit paling biru. Dan menunggu waktu agar kelas dipersatukan dengan tetes-tetes air hebat lainnya.
Kemudian, langitkan harapan. Ambil secangkir kopi atau apapun hal yang membuat kita bahagia, lantas make a wish, "Tuhan, aku ingin bahagia dengan cara-Mu."