Penerimaan
Aku ingin menulis tentang penerimaan. Acceptance that might lead us to the more beautiful feelings. Aku sedang tidak sedih, karenanya aku bisa menulis. Lebih tepatnya, kemarin-kemarin aku sangat sedih, tidak bisa terpikirkan untuk melakukan apa pun, dan hari ini rasa sedihnya sudah bisa sedikit kuatasi. Mungkin dengan kata lain, kuterima.
Comparison give us two ways: being motivated then we'll grow better, and feeling insecure so we can't see hopes anymore. Dan sayangnya dalam diriku yang sering terjadi adalah yang kedua. Aku mengakui aku sulit menerima aku yang sekarang. Membandingkan dengan teman-teman sebaya serta diri sendiri bertahun-tahun lalu yang dalam benakku jauh lebih berhasil dari versi saat ini.
Sulit melepaskan pikiran-pikiran yang mungkin sempit, bahwa berhasil versiku adalah menjadi perempuan yang pintar dan well educated. Aku melihat bahwa kecerdasan adalah hal-hal yang diukur dari seberapa banyak kompetisi yang aku menangkan, seberapa seringnya aku mendapat nilai bagus juga tepuk tangan, dan hal-hal eksternal seperti itu; validasi.
Aku kurang bisa melihat bahwa esensi ilmu adalah yang membuat aku lebih baik menjalani hidup, bukan apa yang hanya pernah ada dan terkumpul di kepalaku. Bahwa ilmu yang ditimba sejak kanak-kanak, remaja, hingga menuju dewasa adalah paket-paket pelajaran yang harusnya bisa membuat aku lebih bijak dan tidak melihat manusia hanya dari luarnya saja.
Acceptance, lebih khususnya menerima diri sendiri ketika teman-teman sudah jauh langkahnya sedang aku belum; berusaha menerima, ketika masa belajar formalku terhenti sedang teman-teman satu per satu menuju wisuda; berusaha menerima, ketika aku harus banyak istirahat dulu dan menyaksikan kisah mereka semua.
Bohong kalau aku tidak sedih dan langsung bisa menerima semuanya. It tooks so long time for me to ikhlas, dan bahkan sampai sekarang.
Tapi aku sepertinya lupa, meskipun kehidupan akademikku tidak membahagiakan, aku lupa mensyukuri bahwa kesehatanku membaik. Bahwa meskipun masih sering sedih tapi aku juga punya percik-percik semangat yang lahir dari dalam diri bahwa aku bisa berhasil dengan cara lain. Aku lupa bahwa aku sudah tidak muntah-muntah sehari lima kali karena terlalu cemas dikejar deadline tugas.
Dengan kata lain, selalu ada hal baik dalam setiap keputusanku yang kuanggap buruk dan ceroboh. Selalu ada sisi positif jika aku berkenan melihatnya dari sisi itu.
And yaaa, aku bisa menulis ini. I feel so excited when I have an idea, energy, and ability to write and publish my writing. So, ini adalah hal yang bisa disyukuri juga, kan?
0 comments