Alasan Kenapa Saya Terus Punya Semangat Buat Menulis
Karena bahkan Ayah, Ibu, dan adik saya yang berharap saya bisa menerbitkan buku.
Saya hidup dalam keluarga yang suka menulis. Ayah saya suka menulis puisi sejak masih muda. Kata beliau, "Dulu Bapa jadi sie perpustakaan di pesantren." yang mana masa mudanya dipenuhi dengan buku-buku dan pembuatan majalah. Ketika saya masuk pesantren pilihan Ayah, saya jadi penasaran seperti apa menjadi sie perpustakaan. Tidak sampai menjabat, tapi tiap hari saya selalu semangat pergi ke perpus, meminjam banyak buku sampai denda, dan begitu mencintai buku-buku serta penulisnya. Dan juga suasana perpus yang tenang dan adem tentunya.
Lucunya, saya pernah menemukan surat-suratan Ayah dan Ibu ketika mereka masih muda. Saat itu saya sedang beres-beres laci dan menemukan amplop banyak sekali. Amplopnya warna-warni, aesthetic, dan berperangko. Saya iseng baca isinya dan menemukan tulisan masa muda mereka yang romantiiis sekali. Saya bahkan kagum sekaligus heran karena Ibu saya ternyata juga seorang yang puitis, hahaha.
Sebelum masuk pesantren, saya ingat sekali, saat itu saya masih kelas 6 SD dan sedang menonton televisi bersama Ayah. Saya tidak ingin bilang ini kebetulan tapi ini memang terlihat seperti jalan yang menuntun saya untuk menyukai kegiatan tulis-menulis ini.
Acara Talkshow favorit dan Bunda Asma Nadia.
Saya tidak kenal beliau saat itu, tapi saya cukup antusias menontonnya. Sampai Ayah saya bilang, "Tuh, Mba, ayo gabung komunitasnya!"
Saya tidak terlalu minat menulis sebenarnya, tapi saya menuruti perintah Ayah dan ... yaa ... saya akhirnya menjadi member di komunitas menulis itu.
Sampai satu tahun, saya mendapat banyak ilmu dari senior, tapi saya belum menulis apa pun. Hingga ada event menulis kisah religi dan saya tertarik sebab saya menikmati tahun pertama saya di pesantren. Saya kira itu bisa diikutkan event. Saya mencoba menulis dan tentu saja seperti kebanyakan orang, kita semua jarang sekali berhasil di percobaan pertama.
Tapi saya berhasil mendapatkan sertifikat keikutsertaan yang ditanda tangani Bunda Asma dan suaminya yang juga penulis! Kebahagiaan kecil --tapi besar juga sih hahaha-- yang membuat saya terpikir untuk melaminating sertifikat pertama saya itu wkwkw.
Singkat cerita, saya menyukai kegiatan menulis dan mengumpulkan sertifikat. Dari sini saya menemukan banyak teman, dan salah satu kenalan saya, berakhir sebagai salah satu sahabat terdekat saya hingga kini (baca: Sarifa Mayatul Husna).
Kembali ke kalimat pertama di postingan ini, Ayah dan Ibu serta adik sayalah yang membuat saya semangat menulis dan berjuang untuk menerbitkan buku.
"Tulisannya jangan di-publish di media sosial terus, coba disimpan. Lama-lama kan jadi banyak, bisa diterbitin. Bapa punya kenalan penerbit."
Ibu saya, sampai saat ini hehe, kalau kalian percaya, masih menjadi pembaca pertama saya. Jadi, setiap saya menuliskan satu karya, saya langsung tunjukkan pada Ibu, dan responnya hangat sekali.
Adik saya tidak kalah mendukung, dia bilang, "Udah, pokoknya aku mah pengen Mba kerja jadi penulis, kerjaan yang sesuai passion."
Saya pikir, restu keluarga saya tentang menulis ini adalah privilege yang sangat berharga. Jadi, meski kegiatan saya tiap hari cuma di depan layar komputer, tidak ada yang marah pada saya, Alhamdulillah.
Apakah kegiatan saya pernah menghasilkan (uang)?
Sejauh ini, belum ya. Karena saya masih tidak tahan tidak post tulisan di media sosial, jadi belum ada buku solo yang benar-benar terbit dan saya dapat royalti. Tapi karena Alhamdulillah punya kemampuan menulis, saya pernah menang challenge dan ditransfer hahaha. Saya bisa membangun blog, beberapa kali mendapat paket hadiah dari menulis. Tapi bonus yang paling berharga, adalah saya punya relasi dengan beberapa penerbit, punya teman-teman baik yang sering share info kepenulisan, dan satu lagi:
releasing stress. Menulis melepaskan stres di kepala saya. Alhamdulillah.
0 comments