Guru: Menemukan Makna di Setiap Langkah

by - November 25, 2024

*sebuah perspektif tentang profesi guru, hasil dari diskusi yang dilakukan oleh Sarifa Mayatul Husna dan Iqlima Hatta Wardhani

*tulisan ini merupakan tulisan kolaborasi kami berdua

selamat membaca :) 

-

Sering dikatakan di mana-mana, menjadi guru adalah profesi yang memerlukan kerja dari hati. Menjadi guru adalah profesi mulia, yang melahirkan insan-insan berkualitas dan diharapkan mampu bersaing dalam 'kompetisi' kehidupan.

Namun, kerja dari hati adalah sesuatu yang tidak bisa dipaksakan. Kerja dari hati di satu individu dapat berlainan tujuannya bagi individu lain. Jadi teringat, ketika sempat bercita-cita menjadi dokter saat SMA, lalu seorang guru bertanya, "Kenapa?" jawaban yang terlontar adalah, "Karena ingin menolong orang lain." Sang guru menatap seisi kelas menyeluruh sambil bertanya, "Karena ingin menolong orang?", sebuah pertanyaan yang sepertinya retoris bahwa 'menolong orang' tidak terbatas hanya dengan menjadi dokter saja. Atau dalam konteks artikel ini, dengan menjadi guru saja. Semua profesi berpotensi menolong orang lain juga.

Menjadi guru, akan cukup menantang jika itu berarti menghadapi pergumulan batin sendiri. Namun, di sisi lain, menjadi guru meski tak sesuai cita-cita kita pertama kali, pasti melahirkan perasaan bahagia juga pada akhirnya. Memutuskan menjadi guru tetaplah memutuskan untuk terjun sebagai individu yang ingin mempunyai tujuan mulia. Dan kadang dapat menjadi begitu menyenangkan sepanjang waktu kian berjalan. Mengertinya siswa-siswi dengan materi yang kita ajarkan, acungan tangan antusias ketika kita menanyakan sesuatu, bahkan sesederhana panggilan 'bu guru' dan mereka menyalami tangan kita setiap pagi dan siang saat hendak pulang. 

Tapi terkadang, di samping kebahagiaan itu, guru punya tantangan lain. Yang tidak hanya berasal dari perkecamukan dirinya sendiri, melainkan datang dari faktor eksternal. Misalnya gaji yang belum cukup layak, kritik yang tak jarang terdengar seperti 'kecaman', dan beban administrasi. 

Tak cukup itu, guru yang katanya profesi mulia haruskah menebus ranah mulia dengan cara yang kurang adil? Menurut Juhji (2016) dengan judul Peran Urgen Guru dalam Pendidikan, guru dijadikan tumpuan dan kepercayaan yang besar dalam mengubah dan meningkat kualitas peserta didik. Dalam dirinya ada dua fungsi yang tidak bisa dipisahkan yaitu mendidik dan mengajar. Lantas bagaimana seorang guru dapat memberitahukan pada dunia tentang fungsinya jika tidak sedikitpun kepercayaan diberikan. Dilansir dari detik.com seorang guru SD dipidana karena kasus tuduhan aniaya siswa. Dimanakah letak peran guru jika hanya menuntaskan peran guru sebagai pendidik saja langsung berhadapan dengan pidana? Bagaimanakah menjalankan peran guru jika menjalankan dan membimbing saja dituduh semena-mena? Dan dimanakah peran guru, jika melatih dan menasehati mengundang bencana. Oleh sebab itu, patut seharusnya semuanya berjalan menuju arahnya masing-masing, untuk dapat menumbuhkan arti seorang guru dari lubuk hati paling dalam.

Di 25 November 2024 ini, yang dinobatkan sebagai Hari Guru bukanlah tanpa sebab, betapa agungnya profesi mulia itu. Mulia atas perannya, mulia atas harapan untuk keadilannya yang hingga saat ini belum ditemukan bahkan belum semakna. "Guru adalah tombak kemajuan bangsa".

You May Also Like

0 comments