Dua Gadis yang Dipertemukan karena Tulisan
Sebuah kisah nyata yang diceritakan oleh Iqlima Hatta Wardhani dan Sarifa Mayatul Husna
.
Iqlima's POV
Selalu, buku-buku selalu saja menarik kita pada manusia-manusia tertentu. Mereka yang pemikirannya jauh di atas ambang batas. Ketika dunia riuh dan bising oleh berita-berita di berbagai platform media, manusia pecinta buku dan buku itu sendiri adalah sebuah terapi penenangan.
Mungkin sudah tiga tahun, aku akrab dengan seorang yang kupanggil Fa. Dia menyapaku di room chat Facebook dan berkata ingin belajar menulis bersama. Kami sama-sama dipertemukan oleh hobi yang serupa. Membaca novel, juga membaca heboh bisingnya dunia. Ketika Bunda Asma Nadia menjadi tokoh idola dan kami ingin menyerupakan langkah.
.
Sarifa's POV
Tidak pernah bertatap muka, bertukar suara. Hanya saja aku menganggapnya dekat dan menciptakan persahabatan yang terpertemukan karena pena. Di Majenang sana, aku menemukan teman yang kuanggap sahabat.
Berawal dari cerpennya yang membahas tentang bagaimana bagian-bagian tumbuhan berbicara dengan peran masing-masing, aku sangat terpukau dengan hasil penanya. Dengan lancang aku menyapanya di room chat Facebook. Berniat ingin mengajak belajar menulis, dan berani-beraninya bertukar informasi diri.
Seorang gadis seumuran denganku, kupanggil Iqlima, sangat gemar menganalisa ilmu tentang tumbuhan.
.
Iqlima's POV
Gadis yang namanya Sarifa itu, kukenal perlahan sebagai seorang yang sangat pandai membuat kue. Sering kulihat di linimasa Facebook, ia membuat croissant. Sungguh, aku sejak dulu selalu kagum pada anak perempuan yang terampil memasak. Apalagi ini croissant, juga kue-kue lain yang dalam pikiranku tidak mungkin jadi dalam keadaan bagus-- seperti di foto-fotonya, oleh tangan seorang anak SMA kelas satu.
Lama-lama, aku mulai tertarik dengan gadis ini. Wajahnya cantik dan kupikir ketika aku membaca binar mata, senyum di bibir, dan ekspresi wajahnya, dia gadis baik. Lemah lembut dan penyayang. Lalu saat kami sama-sama kelas sebelas, kurasa kesibukan sekolah mulai menjarangkan percakapan. Hingga tiba-tiba saat aku iseng membuka Instagram, aku difollow oleh sebuah akun bernama @ret_orikart.
Percayalah, kemampuan menstalking-ku ini di atas rata-rata. Aku segera tahu bahwa itu Fa. Dengan gambar-gambar ilustrasi estetiknya di feed Instagram. Oh ya aku lupa, dia tidak hanya pandai membuat kue, selain itu, dia mahir dalam menuangkan keindahan semesta melalui gambar yang sederhana.
.
Sarifa's POV
Waktu terus berjalan, semakin banyak yang ia tuliskan dan bermunculan di beranda Facebookku. Aku semakin ingin mengenalnya. Kurasa ia adalah seorang gadis yang hebat, pandai berinteraksi dengan hal-hal dalam lingkup biologi, dan mungkin dia adalah siswa yang berprestasi di sekolahnya. Gadis itu tahu segala hal. Aku sangat salut dengannya. Kesalutan itu kumotifkan dengan mengirimkan komentar yang sebenarnya sudah tertulis; ingin lebih mengenalnya.
Rasa keingintahuanku tentang gadis ini sampai pada saat melihat foto-foto di album fotonya. Ternyata ia pernah menjadi santriwati di daerah Jawa Timur.
.
Iqlima's POV
Sampai pada akhirnya, beberapa waktu lalu, masih dalam tahun 2020 yang disukarkan pandemi, dia bertanya padaku mengenai caranya membuat blog. Dia ingin menulis dan kurasa itu sungguh-sungguh. Aku hanya memberi penjelasan sepintas dan dia mengejutkanku dengan kelahiran blog barunya. Sesuatu yang patut diapresiasi. Bahwa ternyata kemauan untuk tumbuh hanya dimiliki pembelajar sejati. Tulisannya bagus, bahkan aku tidak habis pikir dia mengajakku untuk membuat sebuah tulisan kolaborasi. Ya, jika kalian sedang membaca tulisan ini di blogku atau blog Fa, kupastikan, Fa telah jauh berkembang serupa kepompong yang tidak hanya bermetamorfosa menjadi kupu-kupu, melainkan sudah terbang. Sudah melihat luas langit berkat kerja kerasnya.
.
Sarifa's POV
Mengenainya kurasa cukup, dan tak sengaja kulihat dia juga memiliki halaman blog. Aku terbelalak, mendengar 'blog', kurasa ini hal yang sangat luar biasa dan aku terus menggali rasa ingin tahuku kali ini.
Pernah berpikir, saat kelas 1 SMP ketika menonton film adaptasi dari novel penulis favorit kami, Bunda Asma Nadia, yang judulnya Catatan Hati Seorang Istri. Seorang tokoh perempuan mampu bekerja di perusahaan majalah dan senang sekali mengotak-atikkan isi hatinya ke dalam blog. Mungkin bagi mereka, ini hal yang tidak perlu tertuliskan di sini, tetapi untuk gadis yang baru mengenal dunia tulisan, bagiku ini sangat heboh.
Dan akhirnya kukirimkan pertanyaan-pertanyaan yang kesekian kalinya tanpa malu kepada gadis itu. Pertanyaan kali ini kurasa sudah tak lancang, karena kita sudah menjadi teman yang saling kenal.
Tanpa kusangka, responnya baik. Iqlima menjelaskan dengan jelas mulai dari cara membuatnya, dan segalanya tentang blog.
Membaca tulisan-tulisannya, gadis itu telah lama menabungkan kata demi kata. Isinya luar biasa, tentang motivasi untuk belajar. Benar memang, aku termotivasi seketika dengan tulisan indahnya.
.
Iqlima's POV
Kadang, rasa syukur itu tidak datang sendiri dan sepaket dengan bahagia. Melainkan karena dicari dengan segala cara. Aku bersyukur mengenal Fa, aku bersyukur memiliki sahabat yang dengannya membantuku lebih bijak. Meski tentu belum. Dia sering sekali mengucapkan Masya Allah pada setiap kesempatan. Itu yang kuucapkan juga ketika dia selesai dengan karya-karya manisnya. Baiklah, kurasa bagian tulisan kolaborasi ini cukup sampai di sini. Aku sudah tidak sabar menunggu tulisan ini terbit di blog. Blog yang jadi pemersatu dua anak perempuan yang gemar menulis dan semangatnya tidak pernah habis.
withlove
Cilacap dan Lumajang, 18 September 2020