Fisika dan Annona squamosa L.
Annona squamosa L. sudah mulai matang di kebun depan rumahku. Jika kau ingin makan srikaya-srikaya ini, kau tinggal bilang saja padaku. Nanti akan kupetikkan dan kita nikmati bersama sambil kau menyanyikan lagu-lagu Fiersa Besari dengan gitar andalanmu. Dan tentu saja aku yang pertama kali akan bertepuk tangan. Memujimu karena pandai sekali menyetel nada-nada.
Hm, sepertinya ini baru kali pertama atau kedua ya kau makan srikaya? Kau tampak bingung saat pertama kali menengok isi buah itu. "Hah, biji semua? Apanya yang bisa dimakan?"
Lalu aku sontak terkekeh karena wajah lucumu yang terkejut. "Ya kau tinggal masukkan biji demi biji itu ke mulutmu, mendiamkannya sebentar agar kau bisa menikmati rasa manisnya. Setelah itu buang saja. Lagipula di lapisan setelah biji-biji kecil hitam itu kan masih ada dagingnya. Ya walau sedikit sih,"
"Apa beruntungnya makan buah aneh ini. Kesal, cape, iya."
Lagi-lagi aku tertawa mendengar ucapanmu yang tidak mencerminkan laki-laki berusia sembilan belas tahun. Walau parasmu itu masih unyu-unyu, tapi tak seharusnya kau menjadi bodoh begini, kan?
Ah iya iya, aku ingat satu hal. Tiba-tiba saja saat menyaksikanmu tampak kesal menikmati buah ini. Kau pernah bilang padaku bahwa beberapa hal tidak bisa kita sukai seutuhnya. Kau bilang waktu itu bahwa kau tak menyukai keramaian, kau tak suka diganggu saat tidur, kau yang tak suka jika aku menelponmu malam-malam, kau tak menyukai aku yang ceroboh, aku yang sakit-sakitan dan ngeyel sekali kalau diminta untuk minum obat.
"Obat-obat ini menyebalkan kau tahu, masa aku harus menelannya setiap hari, padahal pahit, padahal aku tidak suka. Nahas, obat-obat ini harus jadi temanku setiap hari, sepanjang umurku,"
"Kau ini, mau sembuh atau tidak? Aku tahu penyakitmu itu bertahan seumur hidup. Tapi apa kau tak mau bersemangat sedikit saja, sesemangat saat dulu kamu mengajariku matematika."
Wah, dia membandingkannya dengan perhatianku padanya ketika menjadi guru les privat matematikanya sejak SMP hingga SMA. Sungguh, perbandingan yang sangat tidak apple to apple.
Eh, Annona squamosa yang kau makan sudah hampir habis. Ternyata kau cukup sabar. Aku senang. Kau bisa melawan kekesalanmu dengan buah yang dulu saat aku masih kecil kusebut sirkaya. Ah iya, srikaya-sirkaya-srikaya-sirkaya? Huh entahlah. Itu suatu masalah yang tak perlu dipusingkan. Hanya sebuah nama.
Burung-burung merpati diterbangkan pelan-pelan. Oleh adik kecil seusia kelas lima SD yang juga tetanggaku. Aku senang melihatnya. Saat hendak diterbangkan, merpati-merpati itu ditepuk-tepuk tangani dahulu. Seakan ia akan mencapai langit tertinggi.
Sudah-sudah, bereskan biji srikaya yang berceceran di mana-mana. Sudah kubilang, kau sudah hendak kuliah, akan tinggal di indekos, tak pantas selalu memelihara kebiasaan berantakan ini.
Hm, kuliah ya? Kau bilang di mana? Di Semarang? Andai aku tidak sesakit seperti sekarang ini, mungkin aku bisa sekampus denganmu. Kau yang akan berdiri mengagumkan di gedung fakultas teknik, dan aku yang bucin dan galau ini sepertinya akan betah belajar di gedung fakultas ilmu budaya. Mengambil program studi yang sejak dulu kudambakan. Sastra Indonesia.
Kedengarannya menyenangkan belajar bahasa dan melihatmu sakit kepala mengerjakan soal-soal fisika. Aku akan membuatkanmu puisi-puisi yang entah manis atau tidak saat kau mulai menyerah dengan himpunan rumus-rumus yang bagiku tak pernah bisa kumengerti.
Tapi aku tahu sejak dulu, kau laki-laki hebat. Fisika membawamu selangkah lebih cerdas dari laki-laki kebanyakan. Aku bangga dengan itu.
Aku bisa duduk di samping orang yang makan srikaya saja sambil menghitung energi potensialnya sebelum jatuh ketika kupetik tadi.
Sumber gambar : https://www.google.com/search?q=gambar+srikaya+kartun&tbm=isch&safe=strict&client=ms-android-xiaomi&prmd=ivn&safe=strict&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwi2l6__2eTrAhXLi0sFHZNdDKoQrNwCKAN6BQgBEJAB&biw=360&bih=559#imgrc=pa9imzNXNXLAEM