Menuliskan Baik-Baikmu
Baik-baikmu, teduh pohon yang menaungiku. Sejuk angin yang melintas lembut di wajahku. Dia jadi salah satu alasanku tetap bersemangat, alasanku berkuat-kuat, alasanku bertahan sesekali saat aku sekarat.
Suatu ketika, ada yang memintanya padaku, agar baik-baikmu dibagi padanya. Wah, baik-baikmu semakin menyebar. Bukan sekadar milik kita lagi, tapi juga kepunyaan orang-orang yang kita kenal.
Ketika hujan turun, orang-orang ikut menyemogakanmu. Mereka yang kau bantu, ikut serta mengaminkan yang terbaik untukmu. Doaku jadi megah, karena melangit bersama banyak sekali doa-doa. Dihimpun, terbang dan menjadi besar.
Baik-baikmu itu sebenarnya sederhana. Semangkuk traktiran mi ayam di warung depan sana, sebuah pesan apa kabar. Segelas es teh manis di kemarau, satu kalimat menenangkan.
Baik-baikmu tidak terlalu sulit untuk kuteladani sehari-hari. Aku jadi suka tersenyum setelah mentraktir mi ayam pada orang lain juga. Aku jadi suka tersenyum setelah memulai percakapan dengan orang lain juga. Aku jadi bahagia, dan baik-baik serta bahagiamu jadi berlipat ganda.
Ketika kau merasa tak mempunyai apa pun yang bisa kau tunjukkan pada orang lain. Tentang hebatmu, tentang pencapaian-pencapaianmu mungkin, manusia-manusia yang kau beri baik-baikmu bersaksi bahwa kaulah yang terkeren. Untuk apa memaksa memiliki semua hal yang kita pikir mengagumkan ketika kita sudah punya banyak hal yang membuat orang lain bersyukur.
Tetaplah menghasilkan dan merawat hal-hal terbaikmu itu. Itu menginspirasiku.
0 comments