Ternyata Saya Tidak Suka Mendaki Gunung Itu, Saya Hanya Suka Membayangkan Diri Saya Sudah Berada di Puncak
Kisaran lima hari terakhir, saya rutin mendengarkan podcast audio book "Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat" di spotify. Saya mendengarkannya cukup antusias meski sambil mengetik surat lamaran kerja di Microsoft Word, sesekali membuka timeline sosial media, dan banyak kegiatan sambilan lainnya. Sore ini, saya fokus hanya pada kegiatan mendengarkan dan ternyata efeknya bisa dibilang cukup luar biasa. Saya menangkap satu pelajaran yang sebenarnya sudah sering dibahas di mana-mana, namun bahasan yang ini menarik perhatian saya.
Dalam bukunya, Mark Manson bercerita, bahwa ketika ia remaja, usia SMP hingga SMA bahkan lebih, ia selalu berfantasi jika esok mampu menjadi pemusik (rockstar) terkenal. Ia selalu membayangkan dirinya mampu berdiri di panggung sangat besar, di pertunjukan musik yang dihadiri banyak sekali orang, dan mereka semua terpukau dengan permainan gitarnya. Fantasi ini bisa menghanyutkannya hingga beberapa jam sepanjang hampir separuh waktu dalam hidupnya. Yang ia tanyakan pada dirinya bukan, "Bagaimana saya bisa terus bermain di hadapan para penonton yang terus berteriak?" akan tetapi, "Kapan?". Oleh karenanya ia mulai merencanakan semuanya. Pertama, ia harus memulainya dengan lebih dulu menyelesaikan sekolah. Kedua, ia harus mengumpulkan uang untuk membeli peralatan band. Selanjutnya, ia harus punya cukup waktu luang untuk berlatih bermain musik. Kemudian ia perlu membuat jaringan dan merencanakan project pertamanya. Lalu seterusnya, dan seterusnya hingga tidak ada lagi yang perlu dikerjakan.
Tapi ternyata, meskipun hampir separuh waktu hidupnya digunakan untuk berfantasi tentang itu, ia gagal. Akhirnya ia sadar, "Saya tidak benar-benar menginginkan ini." Mark mengaku bahwa ia hanya berfokus pada hasil akhir, berdiri di panggung sangat besar, disoraki banyak orang, dan mereka semua terpukau. Ia tidak menikmati prosesnya, kebosanan saat latihan bermusik, kesulitan koordinasi untuk menemukan grup band dan mengatur gladi kotor, rasa lelah mengajak orang untuk membeli tiket pertunjukan, senar yang putus, serta harus mengangkut peralatan band seberat 25 kg dari tempat latihan tanpa mobil tidak ia sukai. Ia hanya suka membayangkan puncak gunung tanpa mau mendaki gunung itu dengan sabar dalam waktu lama.
"Saya hanya menginginkan imbalan dan bukan jerih payah. Saya hanya menginginkan hasil dan bukan proses. Saya hanya jatuh cinta pada kemenangan dan tidak pada perjuangan. Dan hidup tidak berjalan seperti itu." (Mark Manson).
Saya terdiam, "Ya, hidup tidak berjalan seperti itu." Saya cukup menyadari bahwa saya adalah orang yang mirip dengan Mark. Saya selalu membayangkan diri saya adalah penulis besar, menulis buku-buku mengagumkan yang berada di deretan best-seller nasional, semua orang terpukau dengan tulisan saya dan segera beramai-ramai menyebut nama saya di story instagram mereka, serta lambat laun saya akan menjadi kaya karena buku-buku saya difilmkan.
Tapi nyatanya, sejak enam tahun lalu fantasi itu dimulai, saya belum menerbitkan satu buku pun hingga saat ini.
Ya, saya tidak jatuh cinta pada proses. Saya membiarkan komputer saya mati berhari-hari ketika saya mengalami writer's block, saya tidak berniat melanjutkannya hingga naskah itu menjadi seonggok benda tidak berharga di folder dokumen saya, bertahun-tahun tidak saya sentuh dan tidak saya pikirkan kelanjutannya seperti apa. Akhirnya saya memilih menulis judul baru, dan ternyata kehabisan ide lagi, begitu seterusnya hingga ada empat judul yang sama sekali belum sampai seperempat perjalanan menuju selesai.
Benar-benar mengecewakan. Harusnya jika saya mampu membayangkan hasilnya besok, saya juga cukup siap dengan kelelahan hari-hari sebelumnya. Seharusnya saya mencari cara lain agar ide-ide datang, mengalir di kepala saya seperti sebuah aliran sungai deras. Dan seharusnya saya tidak berpindah-pindah menulis dari judul ke judul supaya satu saja bisa selesai.
Ya, ternyata saya masih selalu membayangkan puncak tanpa mau berlelah-lelah mendaki gunungnya.
Dengan sabar, dengan waktu yang lama.
2 comments
Ini keren, Iq. Asli
ReplyDeleteWaah makasih ya kak Rahmat 🙏 😊
Delete