Sharing Tentang Cara Saya Menulis
Sejak saya mulai memutuskan untuk konsisten menulis dan mempublikasikannya di media sosial, saya cukup sering menerima pesan dari teman-teman --yang bahkan tadinya saya belum kenal-- tentang tulisan-tulisan saya.
"Kak, salam kenal, ya, aku suka baca tulisan-tulisan kakak, memotivasi."
"Aku selama ini sering baca dan react postingan kakak, tulisannya bagus."
"Iqlima, ajarin aku nulis, dong."
Wah, kadang saya bersyukur sekali jika menerima pesan-pesan semacam ini. Setidaknya status saya yang niatnya saya tulis untuk mengurangi kegelisahan diri sendiri, ternyata berdampak positif bagi orang lain. Tapi saya sadari, kemampuan saya baru sebatas ini, saya belum pernah menerbitkan buku apapun. Hanya ada tiga buku antologi yang saya turut serta di dalamnya, artikel blog, dan postingan di media sosial. Namun, setelah saya pikir-pikir, "Nggak ada salahnya juga buat berbagi ilmu."
Menurut saya, hal terpenting dalam menulis adalah rasa nyaman. Salah satu alasan saya lebih banyak menulis di media sosial adalah karena saya nyaman di sana. Saya bisa tahu feedback dari teman-teman saat membaca tulisan saya. Kadang, komentar positif memiliki energi yang sangat besar dalam perjalanan menulis seseorang. Meski artinya, di sisi lain, dengan menulis di media sosial kita juga harus siap dengan segala kemungkinan adanya komentar negatif, kritik sangat pedas, hatespeech, dan sebagainya. Kita juga harus menyiapkan mental jika tulisan kita sepi dan tidak ada apresiasi berarti.
Karena rasa nyaman pula lah, saya tidak pernah memaksakan menulis saat saya memang sedang tidak ingin menulis.
Karena saya menemui banyak perbedaan dari tulisan yang lahir dengan sukarela dan tulisan yang saya buat karena paksaan atau memenuhi target-target tertentu. Ini memang menjadikan tidak produktif, tapi bagi saya, memaksa diri untuk segera menulis juga bukan hal baik, saya pikir, saya perlu menaruh hati dan cinta pada setiap tulisan saya.
Semakin sering melibatkan hati, kita lama-lama akan terbiasa sendiri untuk menulis.
Jika menulis buku dianggap terlalu sulit, coba tulis sebuah tulisan sederhana. Sebuah puisi misalnya, cerpen, pengalaman pribadi, artikel blog sederhana, atau yang semacamnya. 200-300 kata per tulisan cukup untuk permulaan.
Tulislah sesuatu yang bisa membuat kita bahagia, merasa lega, dan tenang saat membacanya kembali di kemudian hari.
Hampir setiap hari, saya menulis pengalaman apa saja yang telah saya lalui. Tidak hanya hal yang sifatnya menyenangkan, segala kegagalan pun saya tulis. Mengapa? Karena saya yakin, bisa jadi di masa depan saya akan berhasil, dan kegagalan saya di masa lalu menyadarkan saya bahwa berhasil setelah gagal adalah hal yang sangat manis untuk dikenang.
Evaluasi tulisan juga penting. Kadang saya sering senyum-senyum sendiri menyadari betapa alaynya tulisan saya dulu. Atau barangkali saya juga akan menyadari hal yang sama ketika membaca tulisan saya saat ini di kemudian hari. Tapi nggak papa. Rasanya tidak ada penulis yang tidak mengalami fase dianggap 'alay' oleh teman-temannya saat mulai menulis. Nggak papa. Nanti-nanti juga bagus sendiri.
Percayalah, guru terbaik adalah waktu yang panjang.
Semangatlah untuk memulai menulis, sebuah tulisan yang bermanfaat akan melahirkan setidaknya alasan bagi seseorang untuk tetap hidup.
Bisa jadi, yang kita tulis tanpa niat apapun, membuat seseorang nun jauh di sana kembali tersenyum, kembali merenung, dan kembali meyemangatinya bahwa dia berharga karena telah berada di dunia ini.
sumber gambar : https://id.pinterest.com/pin/727683252277917295/
2 comments
👍🏿🙏🥰
ReplyDeleteterima kasih kak sudah membaca 🙌🙌
ReplyDelete