Filosofi : Ketika Pohon Berbicara

by - October 29, 2017

Kalau misalnya sebatang pohon mampu berbicara, apakah kau mau mendengarnya?

Akar : “Dari semua saudaraku, aku yang paling tidak terlihat. Kecuali jika kalian mau menggali tanah tempatku berada, masuk, lalu mengamati dengan seksama. Meski begitu, aku punya peran utama agar saudara-saudaraku tetap hidup. Supaya mereka tetap bisa tumbuh tanpa goyah. Aku menopang mereka sekuat tenaga. Aku mencari makanan dan air agar mereka bisa terus hidup. Dari sinilah aku belajar bagaimana menjadi berguna tanpa perlu terlihat. Aku belajar tentang arti ketulusan. Tanpa pamrih.”

Batang : “Aku yang paling besar. Paling kokoh dan tinggi. Setiap orang tahu bahwa suatu pohon itu tinggi karenaku; ketika melihat ujung-ujung bagianku gagah meraih langit. Aku terbesar, tugasku juga besar. Air dan hara yang diserap saudaraku –akar- harus kuangkut hingga mencapai daun-daun. Lalu mereka, bersama bantuan cahaya matahari, nanti bisa memasaknya; untuk makanan kami. Aku tidak boleh malas menjalankan tugas. Karena jika begitu, aku pasti dibenci sebab tidak menghargai jerih payah akar mencari air dan hara. Tidak boleh sampai semuanya sia-sia. Aku tumbuh untuk bertanggung jawab!”

Daun : “Akulah peramu semuanya. Jika air dan hara sudah mencapaiku. Lalu Tuhan yang Maha Baik mengirimkan cahaya matahari-Nya untuk membantuku mengolah makanan. Aku beserta zat yang membuat tubuhku hijau segera berusaha. Menggabungkan mereka untuk menciptakan masakan terlezat. Agar saudara-saudaraku bisa tetap tumbuh dengan baik. Juga agar manusia bisa merasakan nikmat Tuhan yang diberikan melaluiku. Udara sejuk yang akan selalu gratis dihirup. Bagaimana manusia bisa mendustakan nikmat-Nya yang sungguh luar biasa? Aku benar-benar bangga dan berterima kasih atas fungsiku!”

Bunga : “Kalau ditanya siapa yang paling cantik, pastilah jawabannya aku! Hikmah penciptaanku diantaranya untuk menunjukkan bahwa Tuhan Maha Indah. Dan menyukai keindahan. Aku merupakan satu fase sebelum manusia benar-benar berhasil dalam menanam pohon. Sebelum hasil kami bisa dinikmati sebagai makanan yang menyegarkan. Menyehatkan juga tentunya! Peran terbesarku untuk menjaga jenis kami tidak punah. Supaya manusia bisa terus mengambil manfaat dari kami dengan bijak. Beberapa waktu, aku bahagia dengan kecantikan dan kegunaanku!”

Buah : “Kali ini, manusia sungguh telah sampai pada puncak keberhasilannya. Ketika saudaraku –bunga- sedikit demi sedikit berubah bentuk. Menjadi berisi, kadang menjadi bulat, lebih besar, dan semakin lama semakin ranum. Manusia mana yang tidak bahagia jika aku dan kawan-kawanku memenuhi seluruh pandangan di langit? Melihat jumlah kami yang banyak. Untuk kesenangan mereka. Sebagai makanan yang lezat. Juga sesuatu yang bisa ditukar dengan rupiah ketika kami telah sampai di pasar-pasar. Aku juga bahagia melihat mereka bahagia!”

Biji : “Ketika orang-orang habis berbelanja di pasar, dan telah memiliki saudaraku –buah- tibalah mereka untuk menjumpaiku. Sesuatu yang pada umumnya kecil dan berjumlah banyak. Melengkapi buah. Meski kehadiraku kadang dibenci karena mengganggu keasyikan mereka saat makan buah, aku sama sekali tidak sebal. Aku dan kawan-kawanku justru senang, karena sebernarnya dibalik itu kami punya arti tersendiri. Kami bahagia jika ada manusia yang menyemai atau menimbun kami di dalam tanah. Lalu merawat kami penuh cinta kasih. Kami sungguh terharu atas kebaikan mereka yang mau meluangkan sedikit waktu untuk kami. Agar kami tetap lestari dan selalu bisa menciptakan pohon-pohon baru. Terima kasih ya, wahai manusia!”  


Kau sudah mendengarnya? Menyenangkan, bukan? Mereka ternyata makhluk yang hebat, ya. Ayo, jangan sampai kita kalah!

You May Also Like

2 comments

  1. Replies
    1. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca ini. Tulisan Kak Ardian Handoko lebih keren :)

      Delete