Filosofi : Ketika Pohon Berbicara
Kalau misalnya sebatang pohon mampu berbicara, apakah kau mau mendengarnya?
Akar : “Dari
semua saudaraku, aku yang paling tidak terlihat. Kecuali jika kalian mau
menggali tanah tempatku berada, masuk, lalu mengamati dengan seksama. Meski
begitu, aku punya peran utama agar saudara-saudaraku tetap hidup. Supaya mereka
tetap bisa tumbuh tanpa goyah. Aku menopang mereka sekuat tenaga. Aku mencari
makanan dan air agar mereka bisa terus hidup. Dari sinilah aku belajar
bagaimana menjadi berguna tanpa perlu terlihat. Aku belajar tentang arti
ketulusan. Tanpa pamrih.”
Batang :
“Aku yang paling besar. Paling kokoh dan tinggi. Setiap orang tahu bahwa suatu
pohon itu tinggi karenaku; ketika melihat ujung-ujung bagianku gagah meraih
langit. Aku terbesar, tugasku juga besar. Air dan hara yang diserap saudaraku
–akar- harus kuangkut hingga mencapai daun-daun. Lalu mereka, bersama bantuan
cahaya matahari, nanti bisa memasaknya; untuk makanan kami. Aku tidak boleh
malas menjalankan tugas. Karena jika begitu, aku pasti dibenci sebab tidak menghargai
jerih payah akar mencari air dan hara. Tidak boleh sampai semuanya sia-sia. Aku
tumbuh untuk bertanggung jawab!”
Daun :
“Akulah peramu semuanya. Jika air dan hara sudah mencapaiku. Lalu Tuhan yang
Maha Baik mengirimkan cahaya matahari-Nya untuk membantuku mengolah makanan.
Aku beserta zat yang membuat tubuhku hijau segera berusaha. Menggabungkan
mereka untuk menciptakan masakan terlezat. Agar saudara-saudaraku bisa tetap
tumbuh dengan baik. Juga agar manusia bisa merasakan nikmat Tuhan yang diberikan
melaluiku. Udara sejuk yang akan selalu gratis dihirup. Bagaimana manusia bisa
mendustakan nikmat-Nya yang sungguh luar biasa? Aku benar-benar bangga dan
berterima kasih atas fungsiku!”
Bunga :
“Kalau ditanya siapa yang paling cantik, pastilah jawabannya aku! Hikmah
penciptaanku diantaranya untuk menunjukkan bahwa Tuhan Maha Indah. Dan menyukai
keindahan. Aku merupakan satu fase sebelum manusia benar-benar berhasil dalam
menanam pohon. Sebelum hasil kami bisa dinikmati sebagai makanan yang
menyegarkan. Menyehatkan juga tentunya! Peran terbesarku untuk menjaga jenis
kami tidak punah. Supaya manusia bisa terus mengambil manfaat dari kami dengan
bijak. Beberapa waktu, aku bahagia dengan kecantikan dan kegunaanku!”
Buah : “Kali
ini, manusia sungguh telah sampai pada puncak keberhasilannya. Ketika saudaraku
–bunga- sedikit demi sedikit berubah bentuk. Menjadi berisi, kadang menjadi
bulat, lebih besar, dan semakin lama semakin ranum. Manusia mana yang tidak
bahagia jika aku dan kawan-kawanku memenuhi seluruh pandangan di langit?
Melihat jumlah kami yang banyak. Untuk kesenangan mereka. Sebagai makanan yang
lezat. Juga sesuatu yang bisa ditukar dengan rupiah ketika kami telah sampai di
pasar-pasar. Aku juga bahagia melihat mereka bahagia!”
Biji : “Ketika orang-orang habis berbelanja di pasar, dan telah memiliki saudaraku –buah- tibalah mereka untuk menjumpaiku. Sesuatu yang pada umumnya kecil dan berjumlah banyak. Melengkapi buah. Meski kehadiraku kadang dibenci karena mengganggu keasyikan mereka saat makan buah, aku sama sekali tidak sebal. Aku dan kawan-kawanku justru senang, karena sebernarnya dibalik itu kami punya arti tersendiri. Kami bahagia jika ada manusia yang menyemai atau menimbun kami di dalam tanah. Lalu merawat kami penuh cinta kasih. Kami sungguh terharu atas kebaikan mereka yang mau meluangkan sedikit waktu untuk kami. Agar kami tetap lestari dan selalu bisa menciptakan pohon-pohon baru. Terima kasih ya, wahai manusia!”
Kau sudah mendengarnya? Menyenangkan, bukan? Mereka ternyata makhluk yang hebat, ya. Ayo, jangan sampai kita kalah!
2 comments
Penuh filosopi. Keren
ReplyDeleteTerima kasih sudah meluangkan waktu membaca ini. Tulisan Kak Ardian Handoko lebih keren :)
Delete