Renungan Pukul Tiga
Aku mulai menulis ini pada pukul 03.07. Sejak berjam-jam sebelumnya aku belum bisa tidur. Otak dan hatiku barangkali masih memproses banyak pikiran dan perasaan. Sebab aku tak ingin berlarut dalam dua hal ini, maka aku menulis.
Sekitar pukul 02.30, aku memutuskan untuk mengambil handphone-ku yang sedang diisi baterainya. Bingung hendak melakukan apalagi setelah bosan rebahan sambil membaca buku kumpulan cerpen dan satu buku non-fiksi secara bergantian.
Kadang menulis seperti melepas stres yang rasanya sudah penuh di kepala. Kadang menulis juga sesederhana aku terpukau dan terbantu setelah membaca tulisan orang lain lalu aku ingin melakukannya juga dengan tulisanku (semoga).
Aku pernah membaca di internet, tapi aku lupa istilahnya, bahwa ada fenomena di mana seseorang layaknya seekor bebek yang sedang berusaha berenang. Di atas permukaan air dia terlihat baik-baik saja, sedang di bawah permukaan air dia sedang berusaha terus-menerus menggerakkan kakinya untuk membantunya berenang.
Perumpamaan untuk pura-pura bahagia dan pura-pura baik-baik saja. Di hadapan manusia lain tampak tersenyum, tapi jauh di lubuk hati menyimpan usaha, luka (barangkali?) atau ketakutan dan kecemasan yang besar.
Disembunyikan.
Namun, aku tidak ingin terus-menerus terlibat dalam diriku dengan segala perkecamukannya, lalu menyerah dan berhenti menjadi manusia yang tak ingin berkembang. Aku ingin percaya bahwa aku berharga dan bisa bertahan dengan tangan, kaki, jiwa raga yang kuat.
Aku ingin aku punya keyakinan yang besar pada Tuhan bahwa atas apa-apa yang terjadi aku ingin melihatnya dengan kacamata syukur.
Sehingga jika aku telah bersyukur dan melawan banyak emosi yang tidak baik serta tidak perlu, aku akan menjadi manusia yang bisa sedikit demi sedikit lembut terhadap diri sendiri, dan tidak banyak berprasangka buruk. Aku ingin mempercayai kalimat, "Allah mengikuti prasangka hamba-Nya".
0 comments